DENPASAR, POS BALI – Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Bali audiensi ke Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI), Rabu (11/5). Selain menjajaki kerja sama dengan Rektor UPMI Made Suarta, BMPS sekaligus ‘sowan’ dengan tokoh pendidikan IGB Arthanegara yang juga Ketua YPLP PT IKIP PGRI Bali.
Ketua Umum BMPS Gede Ngurah Ambara Putra didampingi Sekretaris Blasius Naya Manuk dan pengurus inti lainnya memanfaatkan kesempatan itu untuk berkeluh kesah (mesadu) pengelola sekolah swasta terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah negeri hingga tidak dilibatkannya pihak swasta sebelum membangun gedung sekolah negeri baru.
BMPS berharap kepada pemerintah supaya kuota rombongan belajar (rombel) bisa tepat, karena selama ini dengan kuota rombel yang tepat saja bisa terdapat kelebihan siswa di sekolah negeri.
“Intinya kami meminta masukan kepada sesepuh kami (IGB Arthanegara) mencari jalan terbaik. Kami hanya ingin membangun sinergi dengan pemerintah karena tugas kita sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa. Minimal sekolah negeri jangan menerima peserta didik melebihi aturan rombel,” harap Ambara Putra.
IGB Arthanegara yang sejak awal karirnya berkecimpung di dunia pendidikan menyarankan, pengelola sekolah swasta jangan pernah menganggap sekolah negeri sebagai lawan, melainkan teman. “Karena teman, maka harus bersanding,” pintanya.
Berkaca pada pengalamannya sebagai Kepala Kantor Departemen (Kakandep) Kementerian Pendidikan Tabanan (sekarang Kepala Dinas Pendidikan, red), untuk meredam kisruh menjelang PPDB, pihaknya mengumpulkan seluruh kepala sekolah swasta dan negeri untuk memastikan kapasitas masing-masing sekolah.
Selanjutnya mendata total lulusan di setiap jenjang pendidikan agar ‘output’ dan ‘input’ dapat diketahui secara pasti. Untuk PPDB 2022/2023 mendatang, Arthanegara berharap pihak-pihak terkait mampu membangun keadilan di bidang pendidikan, salah satunya menghapus dikotomi antar-instansi pendidikan.
Arthanegara melanjutkan, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi punya peran sentral meredam potensi konflik. “Dulu saat saya jadi Kakandep, saya kumpulkan semua kepala sekolah, saya cek semua ruang kelasnya untuk memastikan jumlah rombongan belajar. Sebagai pemimpin saya gunakan kewenangan secara maksimal saat itu, meski tidak semua puas,” kenangnya.
Pada kesempatan yang sama, Rektor UPMI I Made Suarta menyayangkan terkait PPDB yang kerap terjadi kekisruhan. Seharusnya konflik ini tidak terjadi jika saja semua pihak taat aturan atau berlaku normatif.
Pemerintah juga, kata Suarta, jangan menganaktirikan sekolah swasta mengingat perannya yang sangat besar bagi perjalanan republik ini. Dia pun setuju sistem zonasi dipertahankan demi pemerataan kualitas pendidikan sehingga tidak ada sekolah yang menonjol.
Sekolah swasta, menurut dia, tetap bisa berjalan asal tidak mengejar kuantitas tetapi menjaga kualitas. “Buktinya beberapa sekolah swasta tetap survive hanya dengan 20 peserta didik baru tiap kelas. Ya karena mereka berorientasi pada mutu,” pungkasnya. alt