DENPASAR, POS BALI – Sosialisasi pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) Sidakarya oleh PT Dewata Energi Bersih (DEB) melalui Perusda Bali malah jauh dari harapan, bahkan berbanding terbalik.
Dalam sosialisasi di Ruang Rapat Madu Sedana, Desa Adat Intaran, Sanur, Denpasar, Bali, Sabtu (21/5) sore, para tokoh dari Desa Adat Intaran yang hadir malah menasehati PT DEB dan juga Perusda Bali yang menjadi fasilitator dalam kegiatan itu. Karena, selain melabrak Perda RTRW pihak PT DEB yang mengaku telah memiliki izin, ternyata belum mengantongi Amdal.
Tokoh masyarakat mengatakan, kendati lokus proyek itu di Sidakarya, namun letaknya bersebelahan dengan wewidangan Desa Adat Intaran, Sanur. Bahkan, terdapat enam pura di kawasan yang dinamakan Muntig Siokan itu. Salah satunya Pura Dalem Pengembak yang sangat disakralkan masyarakat yang jaraknya hanya 280 meter dari lokasi rencana pembangunan.
Para tokoh juga mengingatkan bahwa Sanur adalah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan 70 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Denpasar disumbangkan dari pajak hotel dan restoran yang berada di kawasan ini.
Tokoh masyarakat, Made Arjaya mempertanyakan urgensinya pembangunan itu. Menurut dia, jika hanya alasan G20, itu hal yang terlalu dangkal. Karena, lanjut dia, ada Perda RTRW yang sudah jelas pembangunan listrik ada di Pelabuhan Benoa. Apalagi hanya membutuhkan lahan dua hektar, kenapa harus di Sidakarya dan berani melanggar RTRW.
“Kalau di Pelabuhan Benoa, kan tidak perlu lagi mengeruk laut, dan juga membabat mangrove. Lagian lebih dekat Pelabuhan Benoa dengan Sanggaran, jika dibandingkan dengan Muntig Siokan,” ujar tokoh masyarakat, Made Arjaya.
Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, I Wayan Mariana Wandira juga angkat bicara menyikapi rencana itu. Mestinya, kata Wandira, setiap ada rencana pembangunan seharusnya meminta persetujuan DPRD setempat. “Ini ada proyek luar biasa tapi tidak pernah ada rapat pembahasan. Karena latar belakang pembangunan itu Perda RTRW. Apalagi ada pemotongan mangrove,” ujarnya.
Wandira pun mengaku khawatir terhadap rencana pembangunan itu, karena dari pengalamannya, pengawasan proyek di daratan saja susah untuk diawasi. Apalagi proyek ini di dasar laut, siapa yang akan mengawasinya jika terjadi kesalahan.
“Siapa yang menjamin bahwa proyek ini tidak akan menyebabkan abrasi? Siapa yang bisa menjamin? Kota Denpasar itu tergantung dengan Sanur. 70 persen PAD tergantung Sanur yang diambil dari PHR. Apakah ini ingin membunuh Denpasar?” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Anggota DPRD Bali, Anak Agung Gde Sayoga meminta pihak PT DEB dan Perusda Bali untuk berkoordinasi terlebih dahulu dengan DPRD Bali terkait rencana pembangunan LNG ini. “Saya belum mengetahui secara pasti rencana ini. Hanya dari grup WhatsApp. Jadi sedikit terkejut,” ujarnya.
Tak hanya para tokoh tersebut, Walhi yang hadir dalam sosialisasi yang berlangsung dari pukul 16.30 – 19.20 WITA, menegaskan bahwa proyek itu sudah bertentangan dengan Perda RTRW. Bahkan bertentangan dengan Ocean Summit yang membahas tentang restorasi mangrove 6 ribu hektar.
Karena proyek itu juga akan membabat hutan mangrove, sehingga kontra produktif dengan tindakan sebelumnya. Walhi juga menyoroti hasil sedotan pasir sebanyak 3,300 juta meter kubik lebih. “Itu setara dan mampu menutupi daratan sekitar 69 hektar lahan. Saya khawatir proyek ini akan mempercepat abrasi dan menjadi beban lingkungan,” ungkap Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata.
Sementara itu, Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana menyampaikan kawasan Muntig Siokan itu wilayah Sidakarya, namun dekat dengan Desa Adat Intaran, sehingga warga sangat keberatan.
“Kami tidak menolak adanya LNG, tapi tidak disana. Kalau di Pelabuhan Benoa, tentu kami tidak keberatan. Untuk itu, kami mohon dukungan termasuk kepada Perusda Bali untuk menyikapi hal ini. Karena Sanur itu sangat tergantung dengan pariwisata. Ini juga demi anak cucu kita ke depan,” tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perusda Bali Komang Kami menyampaikan PT DEB ini dibentuk Perusda Bali. Di mana terminal ini, bakal menyuplai kebutuhan energi untuk pembangkit listrik Pesanggaran.
Artinya, kata dia, PT DEB ini milik Pemerintah Provinsi Bali. “Ini bisa pastikan ini milik Pemerintah Provinsi Bali. Bukan asing atau pun dari luar Bali,” ungkapnya.
Dikatakan, sebagai daerah pariwisata Bali tidak boleh blackout mati listrik. Untuk itu perlu konsep mandiri, menggunakan energi bersih terbarukan. “LNG ini energi bersih,” jelasnya. alt