DENPASAR, POS BALI – Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan aspirasi kepada Komisi II DPR RI. Aspirasi itu terkait Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium yang menghambat penjualan garam tradisional lokal Bali.
Hal tersebut disampaikan Koster saat saat menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI yang dipimpin Junimart Girsang di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali di Denpasar, Senin (11/7).
“Ini tidak produktif, karena saat ini Kita malah mengimpor garam, sehingga atas hal itulah saya mengeluarkan Surat Edaran Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali agar garam lokal Bali bisa beredar di minimarket, pasar modern hingga swalayan,” tutur Koster.
Dalam kesempatan itu, Koster juga menyampaikan minuman tradisional lokal Bali yaitu arak Bali yang saat ini telah berkembang pesat, karena mendapat izin dari BPOM dan Pita Cukai.
“Jadi saya mohon regulasi yang berkaitan dengan kearifan lokal dan produk lokal agar diperhatikan agar mampu menjadi sumber pendapatan dan daerah serta mampu berdaya saing, karena kami di Bali tidak punya sumber emas, tambang dan lainnya, sehingga menurut Kami Budaya yang harus menjadi perhatian Pemerintah Pusat,” harap Koster.
Untuk diketahui, gubernur asal sembiran ini telah mengeluarkan kebijakan yang ‘pro’ atau berpihak kepada produk lokal Bali.
Diantaranya; Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali; Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali; dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/atau Destilasi Khas Bali.
Koster juga mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali; dan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali.
“Berdasarkan kebijakan tersebutlah IKM/UMKM di Bali mengalami peningkatan penjualan,” pungkasnya. alt