-Koster Ringankan Beban 72 KK yang Telah Menempati Lahan Sejak Tahun 1956
BULELENG, POS BALI – Gubernur Bali, Wayan Koster menyerahkan hibah berupa sertifikat tanah kepada Desa Adat Buleleng, Kabupaten Buleleng pada, Rabu (3/8). Tampak dalam penyerangan itu, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, Sekda Buleleng, Gede Suyasa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali, Dewa Tagel Wirasa, dan Kepala BPN Buleleng, Komang Wedana di Wantilan Desa Adat Buleleng.
Penyerahan hibah sertifikat tanah kepada Desa Adat Buleleng yang peruntukannya untuk 72 KK warga yang telah menempati lahan sejak Tahun 1956, disaksikan langsung oleh Bendesa Desa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna dan Krama Adat Buleleng.
Koster menuturkan, sebelum penyerahan ini, dirinya mendapat laporan nota dinas dari Kepala BPKAD Pemprov Bali mengenai besaran tarif sewa untuk warga yang tinggal di lahan Pemprov Bali di Desa Adat Buleleng yang berlokasi di Jalan Sakura, Jalan Sahadewa, Jalan Gatotkaca, dan Jalan Werkudara Singaraja.
“Saya tanya ke Kepala BPKAD Pemprov Bali, sudah berapa lama warga tinggal di sana? Lalu saya tugaskan cari data riwayat sejarahnya,” ujar Koster.
Lanjutnya, setelah mendapat penjelasan dari Kepala BPKAD Pemprov Bali, dirinya langsung berpikir, masa orang yang sudah tinggal turun temurun harus sewa lagi sampai ke anak cucu. “Ini tidak masuk akal. Saya juga membayangkan, pasti warga yang tinggal disana hidupnya tidak tenang karena terus berpikir suatu saat bisa direlokasi, apalagi secara administratif tanah ini milik Pemprov Bali, jadi bisa diambil alih. Kalau begitu, warga nantinya mau dibawa kemana? Apalagi, kalau bukan saya menjadi gubernurnya, pasti ganti kebijakan,” bebernya.
Koster juga sempat menanyakan harga berapa sewa lahan. Ternyata hanya Rp1 juta per are per tahun. Jika ditotalkan, maka Rp 200 juta per tahun untuk 2 hektar.
“Saya pikir, kok cuma cari duit Rp 200 juta saja sampai begitu? Saya di Kementerian bisa puluhan, ratusan miliar dapat. Jadi saya putuskan tanah ini dihibahkan kepada Desa Adat Buleleng. Kenapa? Karena Desa Adat punya awig – awig dan pararem untuk krama-nya. Desa Adat juga bisa menambah palemahannya dan diikat melalui Pararem, sehingga selamanya tanah ini menjadi aset Desa Adat dengan syarat-syarat tidak boleh dijual,” bebernya.
Koster kemudian meminta Bendesa Adat harus mebakti di Pura Dalem menyatakan janji tidak akan jual atau merelokasi warganya, namun lahan ini peruntukannya tetap untuk warga tanpa sewa, tapi yang menempatinya dikenakan semacam ayah – ayahan yang diatur Pararem atau bisa ke dalam awig – awig.Koster juga mengingatkan Bendesa Adat untuk tidak memberatkan warganya. “Kasihan warganya sudah 66 tahun menunggu,” imbuhnya.
Koster menambahkan, hibah ini dilakukan juga berkat atas dukungan penuh dari DPRD Provinsi Bali. “Saya dulu sekolah di SMP Bhaktiyasa, Singaraja jadi sering lewat daerah sini (Jalan Sakura, Jalan Sahadewa, Jalan Gatotkaca, dan Jalan Werkudara Singaraja, red), sehingga sejarah hidup ini juga yang menyentuh Saya, untuk itu sekali lagi tolong Bendesa Adat berdayakan (tanah hibah, red) tersebut agar bermanfaat untuk masyarakat,” pungkas Koster. alt