GIANYAR, POS BALI – Untuk mewujudkan sistem pengamanan lingkungan yang terpadu dengan memperhatikan nilai – nilai budaya Bali terhadap gangguan ketentraman dan ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali mengelar rapat koordinasi (Rakor) di Mapolres Gianyar, Senin (29/8).
Rakor ini untuk penguatan peran Bantuan Keamanan Desa Adat (Bankamda) yang merupakan salah satu komponen Forum Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (Sipanduberadat) sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 di masing-masing desa adat di kabupaten/kota se-Bali.
Rakor ini tampak dibuka Kabag Ops Polres Gianyar, AKBP I Wayan Latra, dan dihadiri Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Provinsi Bali Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Brigjen Polisi (Purn) Drs. Dewa Parsana, M.Si, dan Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali yang di wakili oleh Kepala Bidang Pemajuan Hukum Adat. Kegiatan tersebut diatas dihadiri oleh Tim Forum Sipanduberadat Provinsi Bali dan unsur Forum Sipanduberadat tingkat Kabupaten Gianyar bersama Kapolsek se-Kabupaten Gianyar beserta Bhabinkamtibmas.
Wayan Latra menyampaikan, wilayah hukum Polres Gianyar ada 229 Desa Adat. Secara umum situasi Kamtibmas di wilayah hukum Polres Gianyar sangat kondusif namun ada beberapa peningkatan dalam kasus tapal batas, sehingga diperlukan kolaborasi dengan perangkat desa dalam membuat situasi kamtibmas kondusif kembali.
“Dengan adanya Sipanduberadat diharapkan dapat dioptimalkan pemberdayaannya untuk menyelesaikan kasus-kasus di desa adat. Selain itu Sipanduberadat juga telah dilibatkan dalam pelaksanaan pengamanan kegiatan masyarakat seperti unjuk rasa, kegiatan agama, dll,” harapnya.
Dalam kesempatan itu, Kabid Perlindungan Masyarakat Satpol PP PRovinsi Bali, I Made Sudiartika yang juga Pembina Linmas Provinsi Bali membeberkan, unsur Linmas yang juga masuk ke dalam Sipanduberadat.
Dikatakan, Linmas yang ada di setiap desa dinas juga menjadi ujung tombak dalam mendeteksi dini terhadap ganguan kamtibmas. Apalagi saat ini, khususnya di Bali menjadi tuan rumah presidensi G20, dan juga menghadapi berbagai tahapan dalam Pemilu Serentak tahun 2024.
Selain itu, pihaknya juga menyampaikan terkait penegakan Perda/Perkada di Provinsi Bali pada saat Covid-19 melakukan penegakan terhadap Pergub Bali Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Desiase 2019 Dalam tatanan kehidupan Era Baru.
“Selain Perda maupun Pergub lain di Provinsi Bali yang di lakukan pada Tahun 2022 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni terdapat 11 Perda/Perkada yang telah dilakukan penegakan dalam upaya bersih-bersih di wilayah Bali,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pemajuan Hukum Adat Dinas PMA Provinsi Bali menyampaikan terkait Visi Pemerintah Provinsi Bali yaitu Nangun Sad Kerti Loka Bali yang mana salah satunya dimplementasi dengan melaksanakan Sipanduberadat. Kegiatan Sipanduberadat telah dilaksanakan nota kesepakatan antara Propinsi Bali dengan Kepolisian, TNI, dan Desa Adat yang merupakan bentuk sinergitas dari 4 komponen.
Dengan sinergi itu, diharapkan ke depan kegiatan Sipanduberadat dapat tetap terlaksana dan terjalin Sinergitas yang lebih baik serta agar dibangun Posko disetiap Desa Adat.
“Terkait Kantor Sekretariat juga perlu dibangun ke depannya, untuk membahas permasalahan yang terjadi di desa adat serta Pemerintah Provinsi Bali kedepan akan melakukan inovasi dengan membuat aplikasi guna mendukung pelaksanaan Sipanduberadat,” harapnya.
Sementara itu, Dewa Parsana yang juga Ketua Tim Forum Sipanduberadat Provinsi Bali menyampaikan, sejauh ini sering terjadi permasalahan di desa adat di Bali seperti bentrok antar desa adat, kesepekang, perang antar premanisme, dan bagaimana konsep penyelesaiannya selain penegakan hukum.
Fakta dan fase siklus munculnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), yaitu kondisi tidak tertib sosial, kerawanan sosial, ketegangan/konflik sosial, hingga muncul berbagai jenis kekerasan sosial (gangguan kamtibmas).
Dewa Parsana juga menyebut berbagai macam jenis potensi gangguang keamanan (Dasa Baya) di Bali. Mulai dari kasus criminal, peredaran gelap narkoba, ancaman radikalisme dan terorisme, praktek prostitusi dan premanisme, tamu tanpa identitas dan tidak mempunyai keterampilan pekerjaan tetap tanpa tujuan yang jelas serta pengawasan orang asing, propaganda dan ancaman lewat media sosial, kasus kekerasan berlatar belakang konflik adat seperti soroh, tapal batas, laba pura, upacara, perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup (sungai laut, danau, udara), ancaman terhadap kelestarian eksistensi adat, tradisi agama, seni dan budaya Bali, dan bahaya penyakit menular (skala lokal domestik dan global).
“Faktor-faktor yang mempengaruhi yakni internal dan eksternal. Di mana untuk internal, yakni berkembangnya desa-desa wisata yang diikuti dengan potensi kerawanan sosial serta kecenderungan melemahnya kepedulian masyarakat Bali terhadap lingkungan sosialnya. Sedangkan eksternal yakni kecenderungan terus bertambahnya urbanisasi ke pulau Bali dari lingkungan lokal, nasional dan global, serta banyak yang tanpa keterampilan dan tanpa bekal hidup yang cukup,” ungkapnya. alt