MANGUPURA, POS BALI – Masing-masing daerah diharapkan memiliki cadangan pangan. Karena selama ini, cadangan pangan hanya dimiliki Bulog dan terbatas satu produk saja, yakni beras. Harapan itu disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi seusai membuka workshop Penguatan Cadangan Pangan Pemerintah yang berlangsung hybrid dari Ballroom Aryaduta Hotel, Kuta, Bali, Senin (5/9).
Dengan adanya workshop tersebut, Arief Prasetyo Adi berharap mampu menyerap menggali potensi yang ada di masing-masing daerah, sehingga mampu membuat terobosan catatan pangan pemerintah. “Badan Pangan Nasional memfasilitasi mengadakan pertemuan, sehingga ke depan bisa mengatur cadangan pangan,” harapnya.
Menurutnya, di Indonesia memiliki kearifan lokal dalam ketahanan pangan. Potensi itu diharapkan agar tidak dirubah. Seperti Maluku yang memiliki potensi sagu. Terdapat 521 makanan berbahan dasar pokok sagu. “Jadi penganekaragaman konsumsi,” imbuhnya.
Dia menambahkan, Bali dipilih sebagai tempat workshop karena ingin mendukung pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi. “Kami ingin menyemangati Bali, sehingga Bali ini bisa bangkit lagi, kemudian Bali tidak hanya bergantung dari pariwisata, tetapi juga dari sumber lain, yakni pangan,” bebernya.
Arief Prasetyo Adi menilai, Bali sangat spesial. Memiliki ketahanan pangan sejak dahulu, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. “Telor, daging, hingga beras itu dipenuhi secara mandiri. Kalau yang tidak, itu dipenuhi dari luar. Ya silahkan,” ujarnya.
Disinggung terkait keluhan petani, salah satu saat panen raya harga anjlok, Arief Prasetyo Adi mengatakan perlu adanya stabilitas harga. “Masalah sebenarnya supply and demand. Pada saat daerah tertentu panen, itu harus terserap dengan harga yang baik. Untuk itu Deputi Badan Pangan Nasional sedang mempersiapkan Harga Acuan Pembelian (HAP). Itu dihitung mulai dari biaya produksi hingga pascapanen,” ungkapnya.
Sementara di hilir, lanjut dia, diatur inflasinya agar tidak tinggi. “Kalau pebisnis/pengusaha, itu lebih menguntukan jika harga tidak naik turun. Tapi flat. Kuncinya itu ada di market, sehingga harus disiapkan. Seperti zaman dulu, yakni beras untuk ASN. Tapi kalau isunya kualitas, maka kalau jelek ya kembalikan,” bebernya.
Sementara itu, Kadis Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, I Wayan Wijana membeberkan bahwa Kabupaten Badung Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi dari sektor pariwisata. Namun adanya pandemi, kebijakan dilakukan dengan mendorong kembali sektor pertanian.
Upaya yang dilakukan, lanjut dia, memberikan kemudahan kepada petani dengan program subsidi ganda berupa pupuk dan benih, sehingga diharapkan produksi yang dikeluarkan petani menjadi lebih ringan. “Ini upaya pemerintah daerah supaya petani tidak mudah mengalihkan lahannya untuk kegiatan di luar pertanian,” ujarnya.
Pertanian, jelas dia, Badung Utara masih potensial. Yakni Kecamatan Mengwi, Petang, dan Abiansemal. Bahkan di Kecamatan Kuta Utara masih menghasilkan pangan untuk masyarakat. “Dengan upaya ini, Badung sudah mendapatkan penghargaan dengan indeks ketahanan pangan terbaik nasional. Terkait ketersediaan hingga distribusinya,” ungkapnya.
Pihaknya pun membeberkan, beras termasuk cadangan untuk penduduk Badung surplus 3 – 10 ribu ton per tahun dengan produksi sekitar 63 ribu ton per tahun, sedangkan kebutuhan penduduk sekitar 53 ribu ton per tahun.
Dia menambahkan lahan pertanian di Badung sekitar 9.500 hektar. Jika ditambah perkebunan maka totalnya 12 -18 ribu hektar. “Bapak Bupati Badung Nyoman Giri Prasta setiap tahun menganggarkan subsidi benih, jaringan irigasi, pembangunan jalan usaha tani, perlindungan berupa asuransi sapi dan padi, pengadaan pestisida. Ini kami anggap intensif kepada petani. Selain itu juga membebaskan PBB,” pungkasnya. alt