DENPASAR, POS BALI – Pascamelandainya kasus harian terkonfirmasi positif Covid-19, dan juga seiring dengan kebijakan pelonggaran bagi wisatawan berlibur ke Bali, baik itu Visa on Arrival (VoA), bebas karantina, serta tanpa PCR bagi turis yang telah tuntas menjalani vaksinasi, para pelancong pun telah berdatangan untuk berlibur ke pulau berjuluk The Last Paradise in The World ini.
Pemulihan pariwisata Bali pun tergolong sangat cepat dan pesat. Setelah berbagai kebijakan tersebut yang diperjuangkan Gubernur Bali Wayan Koster ke Pemerintah Pusat berhasil diterapkan. Kini wisatawan berduyun-duyun berlibur menikmati pariwisata budaya yang disuguhkan Bali. Pariwisata Bali sedang ‘naik daun’, menjadi lokasi favorit untuk dikunjungi pascapandemi.
Tak hanya itu, berbagai event nasional yang diadakan Pemerintah Pusat juga digelar di Bali. Langkah ini untuk mempercepat pemulihan pariwisata. Selain itu, event G20 yang dimulai dengan side event juga marak diadakan di Bali. Tak pelak hal ini memicu perekonomian Bali yang semakin bergerak naik. Mengingat Bali gegara Covid-19, sempat terpuruk hingga titik terdalam minus 12 persen.
Dari catatan Dinas Pariwisata Provinsi Bali, wisatawan mancanegara yang datang ke Bali kini mencapai 9 – 10 ribu orang per hari, sedangkan wisatawan domestik mencapai 12 ribu orang per hari. Ya, para pelancong ini diprediksi ‘haus’ liburan setelah dibatasi bepergian selama hampir 2,5 tahun sejak pandemi melanda di pertengahan Maret 2020.
Jalan-jalan menuju objek wisata pun mulai macet. Kemacetan ini menjadi tanda bahwa telah terjadi pergerakkan ekonomi karena kunjungan wisatawan. Salah satunya di objek wisata Canggu yang kini juga berkembang pesat, dan digemari para digital nomad. Bekerja dari Bali sambil liburan.
Tak pelak di kawasan ini berkembang pesat, ‘menjamur’ tumbuh berbagai industri pariwisata. Mulai dari hotel, villa, restoran, hingga tempat hiburan malam seperti café, pub, hingga club malam. Canggu kini menjelma menjadi ‘kampung turis’.
Sayangnya, di tengah pesatnya pariwisata di Canggu ini, muncul petisi yang mengeluhkan tentang terjadinya polusi suara. Suara bising muncul dari tempat hiburan malam yang dikatakan terjadi hingga pagi hari pukul 04.00 WITA.
Tokoh masyarakat, AA Gede Oka Wisnumurti berpendapat, isu-isu negatif yang menyangkut beberapa objek dan tempat wisata harus dieliminir. Dikembalikan kepada roh pariwisata Bali yang berbasis budaya. Karena jika ini dibiarkan berkembang, maka akan berpengaruh terhadap citra pariwisata budaya Bali dengan keramahan manusianya, keindahan alamnya, dan keagungan budayanya.
Kata dia, para pelaku wisata harus sadar dan menyadari bahwa pariwisata Bali itu adalah pariwisata budaya. Karena kalau tidak mereka akan menjadikan pariwisata hanya sebagai industri, sehingga dikhawatirkan akan menjual apa yang dibutuhkan wisatawan dengan kebebasannya, hingar-bingar, dan sebagainya.
“Ini hanya akan berjangka pendek, maka untuk itu masyarakat Bali harus mewaspadai untuk menjaga Bali ini. Karena ini akan berdampak kepada masyarakat Bali itu sendiri. Jadi Bali sebagai pariwisata, maka harus tetap menjadikan budaya sebagai ikon sumber nafas kehidupan pariwisatanya,” jelasnya, Rabu (14/9).
Akademisi Universitas Warmadewa ini juga mengungkapkan, Bali tetap menjadi is the best di dunia pariwisata. Bukan karena infrastruktur saja, tetapi terbaik karena budayanya yang menyatu dengan kehidupan masyarakatnya.
“Jadi ada aspek manusianya, lingkungan, keindahan alam, budaya, dan tentu aspek infrastruktur. Ini yang membuat pariwisata Bali unggul,” ungkapnya.
Dengan keunggulan itu, lanjut dia, Bali sangat sulit disaingi oleh tempat lain. Kendati tempat lain berkembang objek wisata baru, akan tetapi images pariwisata Bali sudah sangat melekat dengan wisatawan.
Bahkan, kendati ada destinasi wisata di tempat lain di bangun, justru akan menguntungkan Bali. “Mindset wisatawan harus tetap dapat singgah dan berlibur ke Bali,” pungkasnya. alt