Bali Targetkan Prevalensi Stunting 6 Persen pada 2024

oleh -174 Dilihat
SUASANA Rekonsiliasi Percepatan Penurunan Stunting (PPS) di Kabupaten Klungkung, Kamis (13/10).

KLUNGKUNG, POS BALI — Bali adalah provinsi dengan prevalensi stunting paling rendah di Indonesia, yakni 10,9% berdasarkan hasil Studi Kasus Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021. Kendati demikian, Bali menargetkan pada 2024 prevalensi stunting 6 persen. Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali dr. Ni luh Gede Sukardiasih pada Rekonsiliasi Percepatan Penurunan Stunting (PPS) di Kabupaten Klungkung, Kamis (13/10).

“Kita harus bergerak cepat untuk menurunkan angka stunting, perkuat komitmen lintas sektor untuk bekerjasama. Tim Pendamping Keluarga sudah ada untuk melakukan pendampingan langsung kepada masyarakat khususnya pada keluarga berisiko stunting, diharapkan kita bisa mencapai target di tahun 2024 menjadi 6 persen. Kalau bisa juga turun sampai 2,5 persen,” kata Sukardiasih.

Dia menjelaskan, pola asuh yang salah, kurang gizi, kemiskinan hingga sanitasi yang tidak layak menjadi faktor utama anak tumbuh stunting. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat secara terus menerus, terutama remaja agar menghindari risiko melahirkan anak stunting dimasa mendatang.

“Pencegahan stunting perlu dilakukan sejak hulu, dimulai dari remaja karena sangat berpengaruh dengan kualitas Sumber Daya Manusia kita ke depan, persiapkan fisik, kesehatan dan mental sebelum menikah agar tidak ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) serta lakukan pemeriksaan kesehatan sejak tiga bulan sebelum menikah, ini yang sangat penting,” tegasnya.

Dikatakan, kasus stunting di Kabupaten Klungkung sendiri ada di peringkat tertinggi kedua di Provinsi Bali setelah Karangasem yakni 19,4% berdasarkan data SSGI tahun 2021. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Klungkung diminta untuk lebih maksimal dalam upaya percepatan penurunan stunting.

“BKKBN telah menyediakan Bantuan Operasional KB (BOKB) namun di Klungkung realisasi non fisik masih tergolong kecil yaitu 15,6 persen, kami berharap agar bisa segera terealisasi paling tidak 90 persen, anggaran ini bisa dimaksimalkan untuk penurunan stunting,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta yang turut hadir dalam kegiatan Rekonsiliasi PPS ini mengimbau jajarannya untuk segera membahas lebih khusus dengan Organisasi Perangkat Daerah Bidang Keluarga Berencana (OPD-KB). “Ini bukan persoalan menghabiskan dana tapi bagaimana kita memanfaatkan anggaran ini dengan baik untuk membangun kesejahteraan masyarakat, kami akan membahas lebih lanjut,” kata Suwirta.

Saat ini, Suwirta mendaku sedang melakukan verifikasi data kembali sebagai tindak lanjut intervensi keluarga berisiko stunting agar tepat sasaran. Data yang dimaksud adalah data aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) dengan SSGI tahun 2021.

“Ternyata ditemukan perbedaan data, berdasarkan SSGI 2021 terhitung sebanyak 2.300 anak dengan kasus stunting namun berdasarkan E-PPGBM 2022 hanya 597 anak dengan kasus stunting, ini saya harap bisa ditinjau lebih lanjut. Juga saya meminta agar penanganan stunting ini terpusat di posyandu masing-masing Desa, maksimalkan pendampingan pemeriksaan gizi dan pemberian vitamin bagi Baduta dan Balita,” tegasnya.

Selain itu, Suwirta juga menjelaskan bahwa kabupaten Klungkung mempunyai inovasi JUS FE (Cegah Stunting dengan Jumat Sabtu) sebagai upaya pencegahan stunting dari hulu dengan memberikan tablet penambah darah kepada para remaja di sekolah setiap Jumat dan Sabtu. Suwirta berharap melalui kegiatan rekonsiliasi percepatan penurunan stunting ini dapat  memperkuat kerjasama dan koordinasi antar lintas sektor sesuai kewenangan masing-masing lembaga. alt

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *