DENPASAR, POS BALI – Pertanian organik merupakan budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Budidaya pertanian secara organik merupakan salah satu pilihan manajemen budidaya karena bahan organik yang ditambahkan dalam proses budidaya berasal dari bahan alam di sekitar yang mudah didapat, mudah dibuat sendiri dengan teknik sederhana, sehingga dapat menekan biaya produksi.
Untuk pengembangan pertanian organik sebagai upaya mendukung Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik, dilakukan pengembangan kajian pembuatan dan pengembangan Biosaka dalam praktek budidaya pertanian organik di lahan petani.
Biosaka berasal dari kata Bio dan Saka. Kata Bio dimaknai dengan kata “Biologi” dan Saka merupakan kepanjangan dari “selamatkan alam kembali ke alam”. Biosaka adalah salah satu sistem teknologi dunia pertanian organik modern dengan teknik penyatuan reaksi partikel selulosa yang homogen stabil melalui penggabungan sistem biokatalisator (katalis organik). Biosaka tidak menggunakan mikroba maupun proses fermentasi dalam pembuatannya.
Biosaka ditemukan sejak tahun 2006 oleh petani di Blitar bernama Muhammad Ansar yang mulai dikembangkan di berbagai wilayah di Indonesia sejak 2011 melalui kegiatan pemberdayaan petani dengan cara pendampingan dan observasi langsung pada lahan milik petani. Biosaka sudah diuji secara luas di Blitar, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Bahan utama Biosaka dibuat dari jenis tumbuhan atau rerumputan sehat yang tumbuh di sekitar tanaman budidaya dengan cara pembuatannya cukup menggunakan tangan. Jenis tanaman tersebut memiliki kandungan elisitor. Beberapa jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan biosaka yaitu Genjer (Limnocharis flava), Kenikir (Cosmos sp.), Crotalaria sp., Asystasia sp., Causonis trifolia, Mikania sp., dan lain-lain.
Biosaka dapat merangsang perkembangan tanaman sehat, sehingga meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama penyakit yang akan berdampak pada peningkatan produksi tanaman baik secara kualitas maupun kuantitas. Hasil pengujian Biosaka oleh Laboratorium agens hayati BBPOPT Jatisari dalam bentuk formulasi cair dari sampel bahan tanaman yang diuji pada 18-28 Mei 2022 memiliki kandungan 5 jenis bakteri dan 3 jenis jamur yang dapat menekan pertumbuhan patogen yang menyebabkan penyakit pada tanaman budidaya.
Dalam meningkatkan produksi, pupuk kimia menjadi pilihan utama para petani. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus akan mengakibatkan terikatnya unsur zat hara yang ada dalam tanah oleh molekul-molekul kimiawi sehingga regenerasi humus tidak dapat berlangsung lagi, sehingga pada akhirnya tanah akan menjadi tandus. Selain itu, tanah juga akan menjadi keras dan mikroorganisme yang merugikan banyak berkembang.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Provinsi Bali, I Wayan Sunada mengatakan, Biosaka merupakan salah satu alternatif bahan pilihan yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50-90%, sehingga penggunaan Biosaka akan dioptimalkan pada budidaya tanaman.
“Salah satu pemanfaatan Biosaka yang sangat potensial dan menjanjikan adalah dalam penanganan stress budidaya tanaman pada lahan dengan pH rendah dan salinitas tinggi. Pemanfaatan Biosaka sebagai bahan elisitor di Indonesia relatif masih baru dan masih perlu pengujian lebih lanjut pada tingkat laboratorium dan lapangan serta dikembangkan sesuai dengan kondisi karakteristik pada wilayah lahan yang berbeda,” katanya di Denpasar, Selasa (29/11).
Menurutnya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah di bawahnya melakukan uji coba dalam upaya melakukan pengkajian pengembangan Biosaka di tingkat petani. “Kegiatan diawali dengan peningkatan kemampuan seluruh petugas teknis lapangan dengan praktek langsung pembuatan Biosaka,” imbuhnya.
Dia menuturkan, kegiatan pengawalan dan pendampingan pembuatan Biosaka di Subak Guming, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung juga telah dilakukan oleh petugas teknis UPTD Balai Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali bersama petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Badung pada Senin, 28 November 2022. Bahan yang digunakan untuk pembuatan Biosaka berasal dari lokasi setempat berupa tanaman kembang bintang, babandotan, daun singkong, daun gamal, jenis rumputan lainnya.
“Petani sangat antusias mengikuti kegiatan bimbingan teknis pembuatan Biosaka yang akan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap petani dalam melakukan budidaya pertanian organik yang ramah lingkungan,” ungkapnya. Dia menegaskan, pihaknya akan terus memberikan fasilitas untuk melakukan kegiatan bimbingan teknis pembuatan Biosaka dengan sasaran tujuan subak-subak untuk mempercepat progress pertanian organik yang akan dikembangkan di Bali. alt/rl